Tag: BertarungdalamSarung

  • Bertarung dalam Sarung

    Bertarung dalam Sarung

    Kau sengaja menjebak tubuh mereka di tubuh saya yang berongga. Semuanya di luar akal, kau tega menyuruh mereka saling tikam. Kau malas mencari cara yang lebih beradab dan seperti menganggap ini jalan terakhir menyelesaikan persoalan. Air mata palsu kauteteskan saat saya masih ingin bersamamu, basah di sepasang pipi keriputmu. Kendati saya rasakan aliran ketidakrelaan, kau tetap ingin saya segera mati terkoyak-koyak, lantas ujungnya—siap tak siap—saya harus meninggalkan rumah, kenangan, dan segalanya. “Alur cerita Alfian sederhana dan bertempo cepat. Tokoh ceritanya bermacam-macam, dari makhluk hidup hingga benda mati. Meski tidak berpretensi menjadi cerita horor, manusia dan arwah dalam cerita Alfian pun bertemu untuk bercakap-cakap, membahas urusan yang belum selesai. Tokoh-tokoh ceritanya tidak diciptakan untuk sempurna. Laki-laki dan perempuan bisa sama-sama buruk dan manipulatif. Ibu dan ayah bukan sosok teladan. Dalam berbahasa, dia juga menghindari eufemisme. Peristiwa yang bersifat keseharian dan manusiawi, tentang orang jatuh cinta misalnya, dibenturkan Alfian dengan tradisi bissu yang menetapkan sejumlah pantangan. Cinta sepasang kekasih terpaksa kandas karena para syarifah, perempuan-perempuan keturunan Nabi Muhammad, dianggap tabu menikahi lelaki biasa. Alfian mencoba menggali khazanah mitos, adat istiadat, dan takhayul ini sebagai tema-tema cerita yang dikaitkannya dengan kehidupan masa kini.” —Linda Christanty, wartawan dan sastrawan

    Penulis: Alfian Dippahatang
    Editor: Redaksi KPG
    Kategori: Fiksi, Kumpulan Cerpen
    Terbit: 25 Maret 2019
    Harga: Rp 60.000
    Tebal: 160 halaman
    Ukuran: 135 x 200 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024811006
    ID KPG: 591901604
    Usia: 17+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG

  • Alfian Dippahatang

    Alfian Dippahatang

    Alfian Dippahatang lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 3 Desember 1994. Sempat tergila-gila pada sepakbola, penggemar wortel dan sayur kelor ini mundur dari dunia olahraga lantaran ngeri menyaksikan pemain yang mengalami patah tulang di pergelangan kaki. Akhirnya, bungsu dari dua bersaudara itu memutuskan banting setir. Ia merasa cukup menjadi penikmat bola saja dan mengejar cita-cita yang minim risiko cedera. Enam tahun serius menekuni profesi kepengarangan, ia baru sadar, “Ternyata, menjadi penulis jauh lebih berisiko terhadap kesehatan, duduk membaca atau menulis bisa membuat orang lupa minum dan makan.” Buku perdananya bersama KPG terbit dengan judul Bertarung dalam Sarung