Tag: Sejarah

  • Surat-Menyurat Louis Charles Damais-Claire Holt 1945–1947

    Surat-Menyurat Louis Charles Damais-Claire Holt 1945–1947

    Louis-Charles Damais dan Claire Holt adalah dua pengamat Indonesia yang riwayat hidupnya istimewa. L.C. Damais seorang Prancis (1911–1966) yang dianugerahi kecerdasan intelektual yang menakjubkan. Di samping keahliannya di bidang ilmu prasasti, filologi, dan sejarah, ia menguasai belasan

    Bahasa: asing, menerjemahkan sejumlah karya sastra Indonesia, dan menyukai gamelan serta wayang sampai menjadi serba tahu tentang kedua seni tersebut. Sebagai wakil pertama École française d’Extrême-Orient (EFEO-Lembaga Prancis untuk Kajian Asia) di Indonesia, ia tinggal di Jakarta selama 28 tahun, menikah dengan seorang putri Surakarta, Soejatoen Arief Poespokoesoemo, dan dikaruniai tiga anak. Claire Holt seorang Amerika asal Latvia (1901–1970) yang giat di berbagai bidang (kewartawanan, seni patung, dan seni tari) sebelum mengunjungi Indonesia untuk pertama kali. Selanjutnya ia ikut mengumpulkan dokumentasi tentang seni dan antropologi Indonesia bersama Rolf de Maré dan Margaret Mead, lalu menjadi peneliti di Cornell University. Ia mahir menarikan tari Jawa klasik yang dipelajarinya di Keraton Yogyakarta dan sering memberikan ceramah-demonstrasi di seluruh dunia. Karyanya yang paling terkenal dan masih menjadi rujukan berjudul Art in Indonesia: Continuities and Change (1967). Surat-menyurat tahun 1945–1947 antara kedua pakar ini merupakan sumber yang tak ternilai kekayaannya tentang Revolusi Indonesia dan pergolakan di dunia pada saat yang amat genting itu, sekaligus sebuah analisis tajam tentang proses dekolonialisasi di Asia Tenggara. —— Louis-Charles Damais and Claire Holt were two observers of Indonesia with unusual biographies. L.C. Damais was a Frenchman (1911–1966) who was endowed with an astonishing intellect. In addition to his expertise in inscriptions, philology and history, he mastered dozens of foreign languages, translated a number of Indonesian literary works, and loved gamelan and wayang to the point that he became a great connoisseur of both arts. As the first representative of the École française d’Extrême-Orient (EFEOFrench School for Asian Studies) in Indonesia, he lived in Jakarta for 28 years, was married to a woman from Surakarta, Soejatoen Arief Poespokoesoemo, with whom he had three children. Claire Holt was an American from Latvia (1901–1970) who was active in various fields (journalism, sculpture and dance) before visiting Indonesia for the first time. Subsequently, she took part in collecting documentation on Indonesian art and anthropology with Rolf de Maré and Margaret Mead, before becoming a researcher at Cornell University. She was skilled at performing classical Javanese dance which she learned at the Yogyakarta palace and often gave demonstration lectures around the world. Her most famous work, which is still a reference, is entitled Art in Indonesia: Continuities and Change (1967). The 1945–1947 correspondence between the two experts is an invaluable source on the Indonesian Revolution and the global upheaval at that critical juncture, as well as a sharp analysis of the process of decolonization in Southeast Asia.
    Penulis: Louis-Charles Damais dan Claire Holt
    Suntingan & Pendahuluan: Jean-Pascal Elbaz
    Penerjemah: Feybe Mokoginta-Sroka
    Editor: Alpha Hambally
    Penataletak: Diah Novitasari
    Perancang
    Sampul: Nabil Saddouri
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah, Sosial
    Terbit: 6 Desember 2023
    Harga: Rp118.000
    Tebal: 399 halaman
    Ukuran: 160 mm x 240 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024819811
    ISBN: Digital: 9786024819828
    ID KPG: 592302220
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia & Inggris
    Penerbit: KPG bersama EFEO

  • 40 Tahun Komatsu Indonesia Menggeluti Industri Alat Berat

    40 Tahun Komatsu Indonesia Menggeluti Industri Alat Berat

    PASANG SURUT bisnis alat berat di Indonesia sangat dinamis. Bagi Komatsu Indonesia—yang pada 2022 memasuki

    Usia: ke-40—filosofi perusahaan untuk mengedepankan kualitas dan keandalan demi kepuasan pelanggan menjadi pegangan dalam menghadapi perubahan. Komatsu Indonesia memulai usahanya dari sekadar penjahit yang merangkai komponen-komponen yang didatangkan dari Jepang—dengan melokalkan komponen—dan kemudian berkembang menjadi perusahaan yang merupakan pemain kunci dalam strategy global principal. Konsekuensinya, perusahaan diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan dan sosial, serta memberikan kontribusi bagi pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Komatsu Indonesia percaya, tanggung jawab sosial berkelindan dengan inti bisnis. Mustahil perusahaan mengingkari tanggung jawab sosialnya. Buku ini menyuguhkan contoh-contoh terbaik yang telah dilakukan oleh Komatsu Indonesia berdasarkan nilai-nilai perusahaan. Semua ditulis oleh karyawan sendiri. Kita akan melihat, misalnya, betapa suatu teladan jauh lebih efektif bagi berjalannya roda bisnis daripada beragam peraturan dan larangan. Kita juga bisa melihat betapa perusahaan selalu mempertimbangkan nilainilai kemanusiaan, mendorong anggotanya untuk selalu peka dan tanggap terhadap apa yang terjadi di sekitarnya, memiliki tekad yang kuat untuk bertanggung jawab atas semua yang sudah dijanjikan, tekun, gigih, pantang menyerah, serta tulus dalam bertindak.
    Penulis: Citra Gemalia, Hanna Hotnida Saragih, Ibnu Wahyudi, Leni Gusliani Triana, Nanang Hidayat Munandar, Risdhianto Budi Irawan
    Editor: Ibnu Wahyudi & Candra Gautama
    Perancang
    Sampul: & Penataletak: Wendie Artswenda
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: Desember 2022 (Non-STO)
    Harga: Rp
    Tebal: 499 halaman
    Ukuran: 150 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024819637
    ISBN: Digital: 9786024819644
    ID KPG: 592202095
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG E-book
    Gramedia Digital Buku Terkait

  • Percakapan dengan Diponegoro

    Percakapan dengan Diponegoro

    Dalam kurun waktu 11 minggu setelah penahanan Diponegoro pada 28 Maret 1830 di Magelang, setiap percakapan dengan sang Pangeran dicatat oleh tiga perwira militer Belanda yang ditugaskan untuk mengawal perjalanannya ke pengasingan di Sulawesi. Percakapan keempat, yang jauh lebih singkat, ditulis oleh putra bungsu Putra Mahkota Belanda, yang di kemudian hari diangkat menjadi Raja Belanda, Willem II (bertakhta 1840–49), Pangeran Hendrik (1820–79)—pada saat memegang jabatan letnan satu di Angkatan Laut Belanda—di Fort Rotterdam, Makassar, 1837. Percakapan dengan Diponegoro berisi catatan dari semua perbincangan itu. Ditulis secara terus terang, menawan, dan blak-blakan, untuk pertama kalinya diterjemahkan ke

    Bahasa: Indonesia dan ditempatkan dalam konteks sejarah. Sebagai sumber penting untuk setiap biografi Pangeran Diponegoro, catatan-catatan ini dibuka dengan sebuah esai biografis yang menyelami posisi “orang luar di dalam” empat perwira yang bercakap-cakap dengan sang Pangeran.
    Penulis: Peter Carey
    Penerjemah: Feureau Himawan Sutanto
    Editor: Galang Aji Putro
    Perancang
    Sampul: Melissa Sunjaya
    Penataletak: Wendie Artswenda
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: 19 Oktober 2022
    Harga: Rp120.000
    Tebal: 335 halaman
    Ukuran: 150 mm × 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024819002
    ISBN: Digital: 9786024819019
    ID KPG: 592202065
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    Penerbit: KPG

  • Tak Perlu Ratu Adil

    Tak Perlu Ratu Adil

    “EDBERT GANI adalah salah satu pemikir muda Indonesia yang saat ini berdiri di garis terdepan. Buku ini adalah buktinya. Dengan argumen yang tersusun dan tajam, serta dengan pengetahuan mendalam, dia mengulas banyak hal, termasuk jiwa dan arus politik kaum muda kita sekarang. Dia tidak ragu berpendapat, bahkan mengkritik atau memuji Presiden Jokowi. Buku ini adalah buku Edbert Gani yang pertama. Kita tentu berharap dia terus belajar dan berkarya. Semoga dia dan generasinya lebih memperkaya lagi kehidupan intelektual negeri kita di masa-masa mendatang.” —Rizal Mallarangeng, Pendiri Freedom Institute “Buku ini merupakan kumpulan artikel yang merangkum peristiwa politik Indonesia dalam kurun 2017-2022, terutama peristiwa-peristiwa besar, seperti kejadian 212 yang menggemparkan, Pemilu 2019, pandemi, hingga gejolak politik di awal periode kedua Jokowi. Tema-tema yang diangkat: milenial, populisme, penurunan kualitas demokrasi di periode kedua Jokowi, rasisme, distribusi kesejahteraan, hingga pandemi. Yang menonjol dari buku ini, naskahnya mempunyai sudut pandang dan analisis yang menarik dan baru. Intinya, argumen dalam buku ini berkelas, bukan pasaran, seperti dalam diskusi atau tulisan dengan tema serupa. Lain daripada yang lain.” — J. Kristiadi, Peneliti Senior CSIS “Saya selalu merasa Indonesia butuh lebih banyak orang muda pemikir… Gani adalah salah satunya, khususnya untuk topik politik praktis. Saya merekomendasikan buku ini untuk yang ingin mendapat insight tentang kondisi demokrasi Indonesia hari ini. —Andhyta F. Utami, Co-Founder of Think Policy

    Penulis: Edbert Gani Suryahudaya
    Editor: Alpha Hambally
    Ilustrator: Gultor Azhar
    Perancang
    Sampul: & Penataletak: Wendie Artswenda
    Kategori: Nonfiksi, Esai, Politik
    Terbit: 17 Agustus 2022
    Harga: Rp 100.000
    Tebal: 265 halaman
    Ukuran: 140 mm x 210 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024819026
    ISBN: Digital: 9786024819033
    ID KPG: 592202067
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: an Bersama: Freedom Institute
    Penerbit: KPG

  • Upheaval

    Upheaval

    SESUDAH mengubah pemahaman kita mengenai apa yang membuat peradaban bangkit dan ambruk, Jared Diamond mengungkap bagaimana negara-negara berhasil menghadapi krisis dengan melalukan perubahan selektif—mirip cara orang berusaha pulih dari krisis pribadi. Diamond membandingkan bagaimana sejumlah negara bertahan melalui krisis—antara lain Finlandia yang diserang Uni Soviet, kudeta dan kontrakudeta di Indonesia dan Chile, bagaimana Jerman dan Jepang memulihkan diri sesudah kalah Perang Dunia II. Uniknya, negara-negara yang dipilih adalah yang pernah ditinggalinya sendiri, sehingga Jared Diamond dapat memberikan pengalaman pribadi masyarakat di sana. Di buku ini, Jared Diamond menambahkan psikologi ke pendekatan geografi campur sejarah yang khas bukubuku sebelumnya, untuk mengungkapkan faktor-faktor yang berpengaruh ke cara negara maupun orang bisa menanggapi tantangan besar.

    Penulis: Jared Diamond
    Penerjemah: Damaring Tyas Wulandari Palar
    Editor: Andya Primanda
    Penataletak & Perancang
    Sampul: Setyo Bekti Nugroho
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: 17 Agustus 2022
    Harga: Rp 140.000
    Tebal: 480 halaman
    Ukuran: 150 mm × 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024818494
    ISBN: Digital: 9786024818500
    ID KPG: 592202063
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    Bonus: Pembatas buku
    Penerbit: KPG

  • Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta

    Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta

    ATURAN baru kolonialisme yang ditekankan oleh Herman Willem Daendels kepada keraton Jawa tengah-selatan pada 1808–1810 menyulut kegelisahan di jantung ibu kota Kesultanan Yogyakarta. Di mancanegara timur kesultanan, Raden Ronggo Prawirodirjo III (1779–1810) menentang praktik kolonialisme dan imperialisme Belanda itu pada 20 November–17 Desember 1810. Raden Ronggo menjadi tokoh penting yang memainkan peran besar sebelum runtuhnya masa tatanan lama setelah Perang Jawa (1825–1830) dan secara tidak langsung mengantar kelahiran tatanan baru di Jawa. Memang, perlawanannya gagal dan dia dianggap sebagai pembelot, sehingga jasadnya dikebumikan di kompleks makam pemberontak di Banyusumurup, Yogyakarta. Pangeran Diponegoro menyebut “setelah lenyapnya Raden Ronggo, sebetulnya Kerajaan Yogyakarta sudah tak punya lagi seorang pelaga”. Pasca-kemerdekaan, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan Raden Ronggo sebagai “pejuang perintis melawan Belanda” dan memindahkan jasadnya ke Astana Giripurno di Magetan pada 1957. Buku ini berisi riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III, Bupati Madiun sekaligus Bupati Wedana Mancanegara Timur di bawah Kesultanan Yogyakarta (1796–1810), yang mengobarkan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Dalam babad autobiografinya yang ditulis dalam pengasingan di Manado pada 1831–1832, Pangeran Diponegoro menganggap Raden Ronggo Prawirodirjo III sebagai suri teladan bagi perjuangannya selama Perang Jawa.

    Penulis: Akhlis Syamsal Qomar
    Editor: Christopher Reinhart & Galang Aji Putro
    Perancang
    Sampul: & Penataletak: Wendie Artswenda
    Penerbit: an Bersama: Yayasan Arsari & Pemerintah Kabupaten Madiun
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: 10 Agustus 2022
    Harga: Rp90.000
    Tebal: 340 halaman
    Ukuran: 140 mm x 210 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024818838
    ISBN: Digital: 9786024818845
    ID KPG: 592202051
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG

  • Ras, Kuasa, dan Kekerasan Kolonial di Hindia Belanda, 1808-1830

    Ras, Kuasa, dan Kekerasan Kolonial di Hindia Belanda, 1808-1830

    Penjajahan di Indonesia meninggalkan jejak panjang dan penuh kekerasan. Masa antara kedatangan Marsekal Daendels dan akhir Perang Jawa, yaitu antara 1808 dan 1830, adalah masa yang penuh dengan darah. Peralihan kekuasaan yang singkat dari rezim Prancis-Belanda Daendels (1808-11) ke pemerintahan Inggris di bawah Raffles (1811-16) dan pasca-1816 ketika pemerintahan jajahan Belanda kembali menguasai Nusantara diwarnai dengan pertempuran militer yang kadang sengit dan digerakkan oleh prasangka rasialis. Masyarakat Jawa yang dipandang sebagai kaum yang “terpuruk” (dari masa keemasan-nya sebelum penjajahan) dan “terbelakang”, sudah selayaknya diberadab-kan, bukan hanya dengan cara-cara militeristik tetapi juga dengan perangkat pemerintahan jajahan yang baru. Pada masa ini, terbentuklah suatu panoptikon atau pemerintahan-Bung-Besar-Orwellian di bawah Raffles yang merancang peta tentang sumber-sumber alam dan infrastruktur Pulau Jawa. Di sisi lain, muncul juga suara-suara kritis yang mengecam praktik penjajahan, seperti disuarakan oleh seorang jurnalis dan politikus yang radikal, William Cobbett (1763-1835). Buku ini merupakan kumpulan tujuh esai yang memusatkan pembahasannya pada konstruksi kolonial atas ras dan identitas, dan bagaimana pemerintahan kolonial pada awal abad ke-19 di Jawa bersandar pada teori-teori rasial untuk mengobjektifkan perbedaan ras sebagai batu penjuru yang kokoh dalam mengelola masyarakat jajahan pada abad ke-19.

    Penulis: Peter Carey & Farish A. Noor
    Penerjemah: Christopher Reinhart & Feureau Himawan Sutanto
    Editor: Christina M. Udiani
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: 10 Agustus 2022
    Harga: Rp95.000
    Tebal: 296 halaman
    Ukuran: 150 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024816568
    ISBN: Digital: 9786024816575
    ID KPG: 592202053
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    Penerbit: KPG

  • Lokalisasi Kekuasaan di Indonesia Pascaotoritarianisme

    Lokalisasi Kekuasaan di Indonesia Pascaotoritarianisme

    “Teladan kesarjanaan kritis terbaik, buku ini adalah kritik tajam terhadap mereka yang menganggap desentralisasi adalah solusi menyeluruh atas pemerintahan yang amburadul. Hadiz memperlihatkan dengan meyakinkan bahwa desentralisasi Indonesia tidak membawa dampak positif yang diharapkan para pendukungnya, melainkan justru perebutan kekuasaan lokal oleh politisi korup, penjarah, orang kuat, serta predator lainnya.” —EDWARD ASPINALL, Australian National University —- Buku ini memperlihatkan bagaimana perubahan institusional malah menghasilkan konsekuensi yang tak diinginkan. Pendukung desentralisasi lumrah memujinya sebagai proses yang memungkinkan masyarakat dan ekonomi lokal melebur mulus dengan pasar dunia. Ia juga dianggap membentengi komunitas lokal dari efek penyeragaman globalisasi ekonomi. Karenanya, meski untuk alasan yang sangat berbeda, kalangan teknokratis penganjur globalisasi neoliberal maupun kalangan populis lawannya sama-sama menghargai desentralisasi. Sederet negara pascaotoriter telah mengadopsi desentralisasi, bukan saja sebagai bagian inheren demokratisasi melainkan juga dalam usaha membudayakan “pemerintahan yang baik”. Namun, buku ini menunjukkan ketegangan dan kontradiksi tak terhindarkan yang mengiringi apa yang disebut

    Penulis: sebagai lokalisasi kekuasaan. Dalam prosesnya, Hadiz mengembangkan analisis memukau yang memperjelas benang merah di antara perubahan sosial-kelembagaan dengan konflik sosial di medan kekuasaan lokal. Dengan menggunakan kasus Indonesia, dan membandingkannya dengan Thailand dan Filipina, Hadiz menawarkan penjelasan yang gamblang mengapa dampak desentralisasi dan demokratisasi acap kali menyimpang dari harapan para ahli tata pemerintahan yang baik maupun populis pendukung pemberdayaan masyarakat lokal. Salah satu tugas utama buku ini adalah memahami teka-teki bagaimana sistem kekuasaan predator lokal tetap tangguh di hadapan tuntutan internasional atas pemerintahan yang baik dan melayani pasar serta tekanan yang berasal dari politik elektoral demokratis. Secara persuasif dan menggebu, Hadiz menantang pembaca seraya menekankan poin penting yang dapat disepakati semua orang: kekuatan dan politik lokal masih sangat penting di dunia global kita.
    Penulis: Vedi R. Hadiz
    Penerjemah: Abdil Mughis Mudhoffir
    Editor: A Yoseph Wihartono
    Penyunting: Geger Riyanto
    Penataletak & Perancang
    Sampul: Pinahayu Parvati
    Kategori: Nonfiksi, Sosial Politik
    Terbit: 13 April 2022
    Harga: Rp100.000
    Tebal: 376 halaman
    Ukuran: 140 mm x 210 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024817992
    ISBN: Digital: 9786024818005
    ID KPG: 592202009
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    ​​​​
    Penerbit: KPG

  • Basarnas Emas: Jejak Setengah Abad Mengabdi untuk Negeri

    Basarnas Emas: Jejak Setengah Abad Mengabdi untuk Negeri

    KINI ZAMAN semakin cepat berubah, Berbagai rintangan dan tantangan baru terus bermunculan. Basarnas akan terus beradaptasi dalam setiap masa demi melayani bangsa Indonesia. Munculnya bencana baru, pandemi Covid-19, sudah menjadi bukti bahwa pelayanan Basarnas di jalan keman

    usiaan tak akan surut. Dan saya optimis bahwa Basarnas sanggup mengabdi sepanjang masa untuk Ibu Pertiwi! Selamat setengah abad, Basarnas! Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi MEMASUKI
    Usia: ke-50 tahun, Basarnas mengambil refleksi atas perjalanan pelayanan kemanusiaannya. Dimulai sejak tergabung dengan kementrian (dulu Departemen) Perhubungan, hingga kini telah menjadi badan yang mandiri, Basarnas terus berkembang dari masa ke masa, baik dengan peningkatan kualitas SDM, kelengkapan sarana dan prasarana, koordinasi dan komunikasi dengan potensi SAR, hingga penggunaan teknologi informasi dalam membantu tugas-tugas SAR. Berbagai peristiwa di Negeri Cincin Api ini masih akan terus menantang Basarnas ke depannya. Namun, selalu ada asa di depan yang menuntun lembaga dan jajarannya untuk terus optimis melalui zaman. Tugas mulia menyelamatkan masyarakat dalam berbagai peristiwa, baik kecelakaan moda transportasi, bencana alam, dan kejadian-kejadian lain yang membahayakan nyawa manusia, sejatinya tidak semata-mata tugas harian, melainkan telah menjadi panggilan kelembagaan Basarnas dan jajarannya. Dirgahayu ke-50 Basarnas! Pembina: Kepala Basarnas
    Pengarah: Sekretaris Utama Basarnas, Deputi Bidang Operasi dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Sarana Prasarana dan Sistem Komunikasi, & Deputi Bidang Bina Tenaga dan Bina Potensi
    Penulis: Hilmi Faiq & Rini Kustiasih
    Editor: Agus Basori R. & Anton Kurnia
    Penanggungjawab: Kepala Biro Umum
    Ketua Tim Redaksi: Anjar Sulistyono
    Anggota: Candra Gautama & Wahyu Widayanto
    Perancang
    Sampul: dan Penataletak: Dieart Design
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: 2022
    Harga: Rp
    Tebal: 214 halaman
    Ukuran: 300 mm x 240 mm
    Sampul: Hardcover
    ISBN: 9786024817893
    ISBN: Digital: 9786024817909
    ID KPG: 592202006
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG Ebook:
    Gramedia Digital Buku Terkait

  • Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim

    Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim

    Pulau-pulau dan pantai-pantai Asia Tenggara, dari Semenanjung Malaya, Indonesia, sampai Filipina—dalam buku ini diistilahkan “Nusantaria”—adalah kawasan kebudayaan maritim terbesar di dunia, dan sejak dulu menjadi pusat perdagangan dan pelayaran. Nusantaria merupakan satu kawasan dengan identitas budaya,

    Bahasa: , dan etnis Austronesia, bangsa pelaut dengan tradisi arung samudra yang membawa mereka menyeberang samudra, dan terlibat perdagangan lintas benua. Buku ini membahas sejarah kawasan itu sejak awal permukimannya, kerajaan-kerajaan pertama, peran dalam perdagangan global, serta kedatangan pengaruh agama dan negara asing yang membentuk keadaannya sekarang. Dalam konsep Nusantaria, kepulauan dan pantai Asia Tenggara dipandang sebagai kawasan tersendiri yang utuh serta penting, tak hanya bagian benua Asia dan tidak terpaku dengan perbatasan negara modern, dengan peran besar dalam sejarah dunia.
    Penulis: Philip Bowring
    Penerjemah: Febri Ady Prasetyo
    Editor: Andya Primanda
    Perancang
    Sampul: Leopold Adi Surya
    Penataletak: Teguh Tri Erdyan
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah
    Terbit: 30 Maret 2022
    Harga: Rp150.000
    Tebal: 432 halaman
    Ukuran: 150 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024818012
    ISBN: Digital: 9786024818029
    ID KPG: 592202010
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG