Tag: SenidanBudaya

  • Seni Penjara

    Seni Penjara

    BERKESENIAN memberikan kesempatan kepada warga binaan pemasyarakatan (WBP) untuk membuktikan diri bahwa mereka lebih dari sekadar kesalahan masa lalu. Ketika diberi cukup ruang dan kepercayaan, mereka mampu menciptakan karya-karya seni rupa yang indah dan dinikmati banyak khalayak. Seni Penjara menampilkan karya-karya lukis para WBP yang mengikuti Sayembara Melukis

    Kategori: Warga Binaan Pemasyarakatan Second Chance Foundation pada 2021. Di tengah segala keterbatasan dan incaran keputusasaan, para WBP ternyata memiliki potensi untuk berkarya secara visual. Melalui penyelenggaraan sayembara melukis oleh lapas, rutan, dan LPKA ini, Second Chance membubuhkan Indonesia sebagai satu titik penting dalam percaturan seni budaya nasional (bahkan internasional), dan semakin mengembangkan kreativitas terhadap seni rupa Indonesia. Di luar itu, bagi WBP yang cukup beruntung mendapatkan kesempatan kedua, pengalaman berkreasi di penjara adalah harapan, agar mereka bertahan menjalani masa-masa sulit dan dapat berkarya kembali di masyarakat bila waktunya tiba.
    Penulis: Second Chance Foundation
    Editor: Alpha Hambally Fotografer: Tyasadi Sunarjati
    Perancang
    Sampul: & Penataletak: Ellen Halim
    Kategori: Nonfiksi, Seni
    Terbit: 20 Maret 2024
    Harga: Rp185.000
    Tebal: 189 halaman
    Ukuran: 200 mm x 230 mm
    Sampul: softcover
    ISBN: 9786231341426
    ISBN: Digital: 9786231341433
    ID KPG: 592402230
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG E-book
    Gramedia Digital Buku Terkait

  • Perjalanan Menuju Kearifan

    Perjalanan Menuju Kearifan

    Ketika kita di depan sebuah lukisan Sidik, apa yang kita lihat, apa yang menarik perhatian kita? Suatu perpaduan warna abstrak di suatu lukisan, suatu pemandangan yang meredup diselimuti kabut di gambar yang lain, sebuah gedung kecil mungil menyendiri di tengah lembah dan gunung. Ya, begitulah. Tetapi jangan kita tertipu: Sidik bukan pelukis abstrak, bukan juga pelukis pemandangan. Titik mula dan titik akhir karyanya memanglah alam. Dia menggambarkan bagaimana unsur alam memudar dan menghilang di dalam alam itu sendiri. Dari figurasi yang “menghilang” dalam kabut hingga alam—air, angin—yang hanya tersisa energinya. Mengapa dia memilih ekspresi ini? Karena sebagai seniman yang memahami Tao, Sidik mengangkat Tao ke zaman modern dan ingin menunjukkan bagaimana di ujung segalanya, dan apa pun riak-riak hidup, serta realitas fisik, akan berakhir dengan menyatu ke dalam alam semesta. Di dalam upaya representasi ini, apakah dia modern? Ya, sangat, meskipun bukan di dalam artian yang umum diberikan pada istilah itu di dalam seni. Dia modern oleh karena membawa satu langkah lebih maju lagi tradisi spiritualis seni China, yang sudah berabad-abad tuanya itu. Dia memperkayanya dengan unsur-unsur keberanian warisan Barat, terutama di dalam hal warna. Seni lukis Sidik adalah ketika seni menjadi kearifan, dan kearifan menjadi seni.

    Penulis: Jean Couteau
    Project manager: Titi Widiningrum
    Penerjemah: dalam
    Bahasa: Inggris oleh Jean Couteau dan
    Bahasa: Mandarin oleh Ye Lu
    Editor: Candra Gautama, Steve Bolton, Dhyani Paramita Kalapaking, Anton Kurnia
    Fotografer & perancang grafis: Nihil Pakuril & Erwin Duta Rustaman
    Juru arsip: Dwi Oktala
    Kategori: Nonfiksi, Biografi, Seni Rupa
    Terbit: Oktober 2002
    Harga: Rp 600.000
    Tebal: xxxi + 267 Halaman
    Ukuran: 320 mm x 240 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024819088
    ISBN: Digital: 9786024819095
    ID KPG: 592202069
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia, Inggris, Mandarin
    Penerbit: KPG

  • Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono

    Sultan Agung dalam Goresan S. Sudjojono

    BUKU INI mengupas secara lengkap 38 sketsa lukisan “Sejarah Perjuangan Sultan Agung”, salah satu masterpiece Bapak Seni Lukis Modern Indonesia, S. Sudjojono. Dilengkapi data-data sejarah dan pendapat para ahli, membaca halaman demi halaman kita dibawa ke dalam pikiran sang maestro tentang hakikat perjuangan, persahabatan, dan kemanusiaan. “Saya sebagai seorang nasionalis sadar atau tidak sadar akan memihak, tetapi saya sebagai seniman sebaliknya juga punya pendapat pribadi untuk menceriterakan saya sendiri… terang lebih mendekati obyektifitas daripada memihak… bahwa berembug 100 kali lebih baik daripada membunuh satu kali,” ujar Sudjojono tentang karyanya itu. Tak berlebihan bila lukisan “Sejarah Perjuangan Sultan Agung” yang sekarang dikoleksi Museum Sejarah Jakarta—dan di dalam buku ini juga dikupas secara lengkap—layak diangkat sebagai Cagar Budaya Nasional. “S. Sudjojono melalui karya lukisan dan 38 sketsa studi “Sejarah Perjuangan Sultan Agung” menghadirkan potret sejarah bangsa sebagai warisan pengetahuan bagi lintas generasi. Buku ini mengulas unsur historis dan artistik yang memberi kedalaman makna dalam melihat karya-karya S. Sudjojono yang turut memberikan sumbangsih dalam memperkaya khazanah literatur seni lukis Indonesia. Dijuluki sebagai Bapak Seni Lukis Indonesia Baru, S. Sudjojono melalui pemikirannya berkontribusi nyata dalam membangun dan membentuk corak seni lukis Indonesia sejak 1930-an. Tak berlebihan rasanya jika karya lukis S. Sudjojono diajukan sebagai Cagar Budaya Nasional. S. Sudjojono sekaligus sosok seniman yang dekat dengan Kompas Gramedia (KG). Karya-karyanya pernah dipamerkan di Bentara Budaya, dan beberapa di antaranya menjadi koleksi lembaga seni dan budaya milik KG ini. Dengan mengangkat karya seniman-seniman Indonesia, KG ingin mengedukasi masyarakat dengan menghadirkan informasi literasi seni sekaligus berkontribusi dalam menumbuhkan, mengembangkan, dan merawat seni di Indonesia. Salam budaya.” —Lilik Oetama CEO Kompas Gramedia “Secara pribadi saya belum pernah bertemu Pak Djon, panggilan akrab Sudjojono. Tetapi saya sudah kenal karya beliau sejak 30 tahun lebih, dan saya mengoleksi dua buah karyanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas karya-karya Sudjojono berkelas dunia. Ini bisa dilihat dari keseluruhan karyanya dalam menggunakan teknik, komposisi, warna, dan subjek lukisan. Lukisan Sultan Agung menurut saya adalah masterpiece-nya. Bukan saja karena besarnya

    Ukuran: , melainkan juga dari kesungguhan Pak Djon dalam mempelajari, merencanakan, dan menuangkan pemikirannya dalam lukisan. Segala aspek dipikirkan dan masuk di dalam karya. Hasilnya luar biasa. Buku ini dengan sangat bagus dan rinci menggambarkan proses pembuatan karya masterpiece Sudjojono tersebut. Sketsa-sketsa Pak Djon sangat berharga bagi kita dalam mengetahui persiapan dan pemikiran sang maestro dalam merencanakan lukisan. Saya rasa lukisan Sultan Agung ini patut dinominasikan menjadi National Heritage. Semoga buku ini bermanfaat dan memberi kontribusi besar bagi seni rupa Indonesia.” —Jusuf Wanandi Pelindung S. Sudjojono Center
    Editor: Tamu: Santy Saptari
    Penyelaras Akhir: Candra Gautama (KPG) & Sunarsih La Rangka (S. Sudjojono Center)
    Kontributor: Bondan Kanumoyoso & Syed Muhammad Hafiz
    Periset: Adinda Yuwono
    Redaksi: Iwan Kurniawan Lukminto (Tumurun Museum), Alexandra Pandanwangi Sudjojono & Mariano Font Raket-Sudjojono (S. Sudjojono Center)
    Penasihat: Rose Pandanwangi Sudjojono, Iwan Kurniawan Lukminto, Mira Christina Setiady
    Pengarah Artistik & Desainer: Danang Prasetyanto (GDP Communications)
    Penerjemah
    Bahasa: Belanda: Wicky S.
    Kategori: Nonfiksi, Seni & Budaya
    Terbit: 26 Januari 2022
    Harga: Rp 140.000
    Tebal: 152 halaman
    Ukuran: 230 mm x 280 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024817572
    ISBN: Digital: 9786024817565
    ID KPG: 592201985
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG

  • Art and Collecting Art: A Collection of Writings

    Art and Collecting Art: A Collection of Writings

    OEI HONG DJIEN, Indonesia's distinguished art collector hailing from Magelang, Central Java, is also a writer. From 1990 to the present day, which spans a period of about 20 years, he has written numerous pieces of art. Most are introductions to exhibition catalogues; some are texts for speeches, lectures, and discussions; others are are articles that have appeared in the catalogues of auction houses, magazines, and books. The written works of OHD, which is how he is known, have been compiled in this book entitled Art and Collecting Art. He has a wide variety of interests: from modern artists to the old masters, young contemporary artists, markets, auctions, collections, to the relationship between art and society. In his unique style of speech which is direct and unpretentious, OHD takes us into the mind of a collector. This book offers a series of arguments behind the activity of collecting paintings, sculptures, drawings, and installations. Arguments are required to create a situation where art-collecting in Indonesia is conducted more conscientiously, show greater respect for history, and has an interest in progressing art itself; this would be in contrast to pursuing artworks purely for investment purposes, to reap instant rewards, or as a fashion trend driven by rumors and public opinion. This book completes OHD's desire to share after purchasing about 2,000 works of art, building museums, speaking at various forums, and exhibiting his collection to the public. This book will give the public a chance to scrutinize OHD's life experiences, ideas, personal relationships with artists, and art connections since the 1960s. This is an invaluable contribution to the Indonesian art world.

    Penulis: Dr. Oel Hong Djien
    Editor: Ilham Khoiri & Candra Gautama
    Design Consultant: Hermanto Soerja
    Cover Designer: Hermanto Soerja
    Layouter: Dadang Kusmana
    Kategori: Nonfiksi, Seni
    Terbit: April 2012
    Harga: Rp
    Tebal: 549 halaman
    Ukuran: 155 mm x 205 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786026208
    ISBN: Digital:
    ID KPG: 591601160
    Usia: 13+
    Bahasa: Inggris
    Penerbit: KPG E-Book:
    Gramedia Digital Buku Terkait:

  • Art Design Vintage

    Art Design Vintage

    This is a book about how art & design can be found in humble places like flea markets and made of vintage materials.

    Penulis: Luthfi Hasan
    Kategori: Nonfiksi, Seni
    Terbit: 22 Agustus 2016
    Harga: Rp 50.000
    Tebal: 240 halaman
    Ukuran: 155 mm x 240 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024241360
    ID KPG: 591601243
    Usia: 15+
    Bahasa: Inggris
    Penerbit: POP

  • The Art Of Embroidery Designs

    The Art Of Embroidery Designs

    “Desain motif sulam dan bordir Indonesia tak banyak berubah. Sebagian besar hasil sulam mengambil motif natural seperti bunga, hewan, dan tumbuhan. Tak jarang konsumen mulai jenuh dengan motif yang “itu-itu saja”. Jika tidak segera berani berinovasi, seni sulam Indonesia bisa tertinggal dibanding seni sulam dari negara lain. Buku ini disusun untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang kesulitan mendesain ragam hias sulaman dan bordir pada produknya. Dijelaskan bagai – mana sebaiknya desainer menuangkan ide dalam desain, menggambar dan menyusun motif sulam, penempatannya pada produk, menyusun warna sulaman, menentukan tusuk hias pada desain, hingga mengaplikasikan desain pada produk fashion. Buku ini juga dapat menambah pengetahuan dan keterampilan masyarakat pecinta sulaman dan bordir yang ingin mengembangkan desain ragam hias. Dilengkapi dengan gambar-gambar tutorial, buku ini bisa dibaca oleh siapa saja yang ingin belajar mendesain motif sulaman dan bordir, baik desainer motif sulam di Industri Kecil Menengah (IKM), siswa tata-busana, bahkan orang awam sekalipun.”

    Penulis: Yuliarma
    Kategori: Nonfiksi, Referensi, Seni
    Terbit: 5 September 2016
    Harga: Rp 50.000
    Tebal: 326 halaman
    Ukuran: lebar 170 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024241735
    ID KPG: 59160
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG

  • Amrus Natalsya: Mutiara dari Bumi Tarung

    Amrus Natalsya: Mutiara dari Bumi Tarung

    Buku ini membawa Anda dalam jiwa dan pikiran Amrus Natalsya–seorang pematung dan perupa terkemuka, pendiri Sanggar Bumi Tarung bersama Misbach Tamrin–lewat karya-karyanya yang tersimpan dalam Museum Ezham milik kolektor EZ Halim. Amrus dikenal sebagai seniman dengan elan vital yang luar biasa, bahkan ketika hidupnya diempaskan ke lubang penderitaan oleh penguasa politik setelah pecah Peristiwa G30S pada 1965. “Ia sudah terbiasa dengan gelora hidup. Yang sangat menyenangkan diterima dengan senyum biasa. Yang merisaukan dan menyakitkan juga diterimanya dengan biasa,” kata sejumlah rekannya sesama perupa. “Amrus pantang membuat karya replika. Beliau ingin setiap orang yang melihat patung ‘Kapal Cheng Ho’ ciptaannya tahu dan menyadari bahwa itu karya otentik dari seorang seniman Indonesia. Semangat dan jiwa keindonesiaan inilah yang mewarnai seluruh perjalanan hidup berkeseniannya.” –EZ Halim “…Patung Amrus yang ‘mengungkap misteri dari bentuk’ itu dianggap sebagai jimat. Dan kita tahu, jimat dalam ranah sosial lama-kelamaan mengandung sesuatu yang beraroma mistik.” – Agus Dermawan T. “…kami sudah tahu bahwa Amrus bukan saja terkenal sebagai pematung kayu yang kuat, melainkan juga pelukis yang karyanya di atas kanvas tak kalah bermutu. Penampilannya yang lebih muda cukup berwibawa, dihormati, dan disegani.” – Misbach Tamrin.

    Penulis: EZ Halim
    Editor: Candra Gautama
    Kategori: Nonfiksi, Seni, Biografi
    Terbit: 28 September 2020
    Harga: Rp 155.000
    Tebal: 230 halaman
    Ukuran: 180 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024814052
    ID KPG: 592001801
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia
    Penerbit: KPG

  • Dua Dekade Musik Indonesia 1998-2018

    Dua Dekade Musik Indonesia 1998-2018

    Suzan Piper, konsultan pendidikan, dan Sawung Jabo, musikus, pernah menulis tentang musik Indonesia dari 1950-an hingga 1980-an di jurnal Prisma, 5 Maret 1987. Artikel ini berisi tiga hal pokok. Pertama, tiadanya periodisasi dalam sejarah musik Indonesia. Kedua, aktor-aktor musik Indonesia dari 1940-1980. Ketiga, kendala bagi berkembangnya musik Indonesia. Walaupun masih berupa kerangka kasar, artikel tersebut secara umum bisa dipakai untuk membaca sejarah musik pop di Indonesia dari 1940-1980. Ada bagian-bagian dari sejarah musik Indonesia yang terlewati untuk dicatat. Misalnya, munculnya gelombang musik pop progresif yang dipelopori oleh Radio Prambors Jakarta melalui Lomba Cipta Lagu Remaja pada 1978, yang disebut musik gedongan atau pop alternatif. Juga karya-karya Yockie Suryo Prayogo, Dian Pramana Poetra, dan Deddy Dhukun. Buku Dua Dekade Musik lndonesia 1998-2018 ini merupakan kelanjutan dari buku Almanak Musik lndonesia 2005-2015 yang juga ditulis oleh Kelik M. Nugroho. Sebagai karya, buku ini boleh disebut sebagai rintisan pendokumentasian semua peristiwa musik Indonesia. Sekaligus menjawab kebutuhan para akademisi musik yang mempersoalkan kurang memadainya sumber-sumber untuk menganalisis perkembangan musik Indonesia. Buku ini juga dipersembahkan bagi para pecinta musik Indonesia untuk mendapatkan informasi mutakhir peristiwa musik di Indonesia dari 1998-2018, 10 besar band Indonesia dari 1945-1997 dan 1998-2018, serta 100 band Indonesia dan daftar penyanyi Indonesia dari 1998-2018.

    Penulis: Kelik M. Nugroho
    Editor: Yoseph
    Kategori: Nonfiksi, Musik
    Terbit: 20 Januari 2020
    Harga: Rp200.000
    Tebal: 164 halaman
    Ukuran: 160 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024813093
    ID KPG: 591901743
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    Penerbit: KPG