Tag: SoeHokgie

  • Soe Hok-gie (Sekali Lagi)

    Soe Hok-gie (Sekali Lagi)

    “Menghidupkan kembali sosok Soe Hok-gie … dengan

    Penerbit: an buku ini tentu diwarnai maksud mengangkat ke permukaan sosok teladan. Di tengah krisis rasa keadilan, hilangnya rasa malu, dan gencarnya semangat menggugat hukum saat ini, sosok Soe Hok-gie pantas ditampilkan.” —Jakob Oetama (Pemimpin Umum Harian Kompas) “Pada tahun 1968, tak lama setelah Soeharto secara resmi dipilih MPRS sebagai presiden … kembali menggalang kekuatan mahasiswa dan alumni untuk memprotes … melalui siaran Radio Universitas Indonesia. Old habits die hard!” —Budiarto Shambazy (Ketua Iluni UI dan wartawan senior) “Gie melibatkan sejarah bangsanya dalam pergulatan pemikiran pribadi. Pada saat yang sama, kekagumannya pada alam dan ilmu pengetahuan, serta pada orang-orang yang mencintai alam dalam berbagai ekspresinya, seperti peneliti, politikus,
    Penulis: , bahkan pembuat film, dirangkainya dengan menarik.” —Riri Riza (sutradara dan
    Penulis: skenario film) “Soe Hok-gie juga memberikan perhatian kepada nasib kebebasan pers yang berada di bawah bayang-bayang kekuasaan. Ia berharap pers juga bisa ikut berjihad melawan korupsi dan ketidakadilan. Dalam pandangannya, bila pers disensor, maka kehidupan masyarakat kecil akan kian memburuk.” —Stanley JA Prasetyo (mantan Ketua Dewan Pers)
    Penulis: Rudy Badil, dkk
    Editor: Yoseph
    Kategori: Nonfiksi, Biografi
    Terbit: 4 Januari 2016
    Harga: Rp105.000
    Tebal: 544 halaman
    Ukuran: 150 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024241346
    ID KPG: 591601242
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    Penerbit: KPG

  • Seri Tempo: Gie dan Surat-surat yang Tersembunyi

    Seri Tempo: Gie dan Surat-surat yang Tersembunyi

    Soe Hok-gie adalah seorang pemikir yang kritis, idealis, dan pemberontak. Catatan hariannya—yang dibukukan dalam Catatan Seorang Demonstran (1983)—merangkum semangat perlawanan yang tumbuh sejak dia duduk di bangku SMP. Gie pernah mendebat guru

    Bahasa: Indonesia lantaran berbeda soal pengarang prosa “Pulanglah Dia Si Anak Hilang”. Lalu semasa SMA, dia memprotes kebijakan sekolahnya yang hanya menampung siswa dengan orangtua dari kalangan pejabat. Tabiat itu membentuknya menjadi manusia berjiwa politik. Empati kepada rakyat kecil dan keterampilan beretorika menjadi semangat utama Gie. Dia konsisten untuk berada di luar sistem serta memihak kemanusiaan dan kebebasan. Dalam tulisannya bertanggal 10 Desember 1959, misalnya, Gie geram menyaksikan orang makan kulit mangga saking kelaparan. Sementara, dia menduga, tak sampai 2 kilometer dari situ, Presiden Sukarno sedang tertawa dan makan-makan dengan para istrinya. Gie sangat dikenang berkat tulisan-tulisannya. Aktivis Mapala Universitas Indonesia yang meninggal pada 16 Desember 1969 saat mendaki puncak Semeru ini berprinsip, “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.” Kisah tentang Gie adalah jilid perdana seri “Pemuda dan Gerakan Sosial” yang diangkat dari liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo Oktober 2016. Serial ini mengupas, menyelisik, dan mengisahkan sisi lain kehidupan tokoh-tokoh pemuda yang singkat namun telah mendorong perubahan sosial nyata dan bersejarah.
    Penulis: Redaksi Tempo
    Editor: Galang Putro Aji
    Ilustrator
    Sampul: Bambang Nurdiansyah (CU 2024)
    Penataletak: Setyo Bekti Nugroho (CU 2024)
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah, Biografi, Seri Tempo
    Terbit: Desember 2016 (Cetakan pertama), Juli 2017 (Cetakan kedua), April 2018 (Cetakan ketiga), September 2019 (Cetakan keempat), 22 Mei 2024 (Cetakan kelima)
    Harga: Rp75.000
    Tebal: 115 halaman
    Ukuran: 160 mm x 230 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786231341938
    ID KPG: 592402266
    Bahasa: Indonesia
    Usia: 15+
    Penerbit: KPG