Tag: SuratMenyuratLouisCharlesDamaisClaireHolt

  • Surat-Menyurat Louis Charles Damais-Claire Holt 1945–1947

    Surat-Menyurat Louis Charles Damais-Claire Holt 1945–1947

    Louis-Charles Damais dan Claire Holt adalah dua pengamat Indonesia yang riwayat hidupnya istimewa. L.C. Damais seorang Prancis (1911–1966) yang dianugerahi kecerdasan intelektual yang menakjubkan. Di samping keahliannya di bidang ilmu prasasti, filologi, dan sejarah, ia menguasai belasan

    Bahasa: asing, menerjemahkan sejumlah karya sastra Indonesia, dan menyukai gamelan serta wayang sampai menjadi serba tahu tentang kedua seni tersebut. Sebagai wakil pertama École française d’Extrême-Orient (EFEO-Lembaga Prancis untuk Kajian Asia) di Indonesia, ia tinggal di Jakarta selama 28 tahun, menikah dengan seorang putri Surakarta, Soejatoen Arief Poespokoesoemo, dan dikaruniai tiga anak. Claire Holt seorang Amerika asal Latvia (1901–1970) yang giat di berbagai bidang (kewartawanan, seni patung, dan seni tari) sebelum mengunjungi Indonesia untuk pertama kali. Selanjutnya ia ikut mengumpulkan dokumentasi tentang seni dan antropologi Indonesia bersama Rolf de Maré dan Margaret Mead, lalu menjadi peneliti di Cornell University. Ia mahir menarikan tari Jawa klasik yang dipelajarinya di Keraton Yogyakarta dan sering memberikan ceramah-demonstrasi di seluruh dunia. Karyanya yang paling terkenal dan masih menjadi rujukan berjudul Art in Indonesia: Continuities and Change (1967). Surat-menyurat tahun 1945–1947 antara kedua pakar ini merupakan sumber yang tak ternilai kekayaannya tentang Revolusi Indonesia dan pergolakan di dunia pada saat yang amat genting itu, sekaligus sebuah analisis tajam tentang proses dekolonialisasi di Asia Tenggara. —— Louis-Charles Damais and Claire Holt were two observers of Indonesia with unusual biographies. L.C. Damais was a Frenchman (1911–1966) who was endowed with an astonishing intellect. In addition to his expertise in inscriptions, philology and history, he mastered dozens of foreign languages, translated a number of Indonesian literary works, and loved gamelan and wayang to the point that he became a great connoisseur of both arts. As the first representative of the École française d’Extrême-Orient (EFEOFrench School for Asian Studies) in Indonesia, he lived in Jakarta for 28 years, was married to a woman from Surakarta, Soejatoen Arief Poespokoesoemo, with whom he had three children. Claire Holt was an American from Latvia (1901–1970) who was active in various fields (journalism, sculpture and dance) before visiting Indonesia for the first time. Subsequently, she took part in collecting documentation on Indonesian art and anthropology with Rolf de Maré and Margaret Mead, before becoming a researcher at Cornell University. She was skilled at performing classical Javanese dance which she learned at the Yogyakarta palace and often gave demonstration lectures around the world. Her most famous work, which is still a reference, is entitled Art in Indonesia: Continuities and Change (1967). The 1945–1947 correspondence between the two experts is an invaluable source on the Indonesian Revolution and the global upheaval at that critical juncture, as well as a sharp analysis of the process of decolonization in Southeast Asia.
    Penulis: Louis-Charles Damais dan Claire Holt
    Suntingan & Pendahuluan: Jean-Pascal Elbaz
    Penerjemah: Feybe Mokoginta-Sroka
    Editor: Alpha Hambally
    Penataletak: Diah Novitasari
    Perancang
    Sampul: Nabil Saddouri
    Kategori: Nonfiksi, Sejarah, Sosial
    Terbit: 6 Desember 2023
    Harga: Rp118.000
    Tebal: 399 halaman
    Ukuran: 160 mm x 240 mm
    Sampul: Softcover
    ISBN: 9786024819811
    ISBN: Digital: 9786024819828
    ID KPG: 592302220
    Usia: 15+
    Bahasa: Indonesia & Inggris
    Penerbit: KPG bersama EFEO